Tuesday, May 24, 2011

.::: Gempa Bumi 27 Mei 2006 DI Yogyakarta & Jawa Tengah Dalam Ensiklopedia Dan Peringatan Gempa :::.

peta gempa 27 mei 2006
May 27, 2006 Earthquake in Yogyakarta and Central Java Earthquake In Encyclopedias And Warning
Gempa bumi 27 Mei 2006 adalah peristiwa gempa bumi tektonik kuat yang mengguncang Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah pada 27 Mei 2006 kurang lebih pukul 05.55 WIB selama 57 detik. Gempa bumi tersebut berkekuatan 5,9 pada skala Richter. United States Geological Survey melaporkan bahwa gempa terjadi sebesar 6,2 pada skala Richter ( baca klaten )

Tabel Daftar Gempa 27 Mei 2006
No Item Descripsi
1 Tanggal  27 Mei 2006
2 Kekuatan  5.9 Mw
3 Negara yang terkena  Indonesia
4 Korban 6.234 tewas


1. Lokasi dan kerusakan yang diakibatkan

        1.1 Lokasi gempa

Lokasi gempa menurut Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia terjadi di koordinat 8,007° LS dan 110,286° BT pada kedalaman 17,1 km. Sedangkan menurut BMG, posisi episenter gempa terletak di koordinat 8,26° LS dan 110,31° BT pada kedalaman 33 km.itu di release sesaat terjadi gempa. Setelah data dari berbagai Stasiun yang dipunyai jejaring BMG dan dilakukan perhitungan, update terakhir BMG menentukan pusat gempa berada di 8.03 LS dan 110,32 BT(update ke tiga) pada kedalaman 11,3 Km dan kekuatan 5.9 SR Mb (Magnitude Body) atau setara 6.3 SR Mw (Magnitude Moment).USGS memberikan koordinat 7,977° LS dan 110,318 BT pada kedalaman 35 km. Hasil yang berbeda tersebut dikarenakan metode dan peralatan yang digunakan berbeda-beda.
70% rumah di kecamatan Jetis rata dengan tanah

Secara umum posisi gempa berada sekitar 25 km selatan-barat daya Yogyakarta, 115 km selatan Semarang, 145 km selatan-tenggara Pekalongan dan 440 km timur-tenggara Jakarta. Walaupun hiposenter gempa berada di laut, tetapi tidak mengakibatkan tsunami. Gempa juga dapat dirasakan di Solo, Semarang, Purworejo, Kebumen dan Banyumas. Getaran juga sempat dirasakan sejumlah kota di provinsi Jawa Timur seperti Ngawi, Madiun, Kediri, Trenggalek, Magetan, Pacitan, Blitar dan Surabaya.

        1.2 Gempa susulan

Gempa susulan terjadi beberapa kali seperti pada pukul 06:10 WIB, 08:15 WIB dan 11:22 WIB. Gempa bumi tersebut mengakibatkan banyak rumah dan gedung perkantoran yang rubuh, rusaknya instalasi listrik dan komunikasi. Bahkan 7 hari sesudah gempa, banyak lokasi di Bantul yang belum teraliri listrik. Gempa bumi juga mengakibatkan Bandara Adi Sutjipto ditutup sehubungan dengan gangguan komunikasi, kerusakan bangunan dan keretakan pada landas pacu, sehingga untuk sementara transportasi udara dialihkan ke Bandara Achmad Yani Semarang dan Bandara Adisumarmo Solo.
Seorang lelaki di antara puing-puing rumahnya

        1.3 Gedung-gedung yang rusak parah

    Mall Saphir Square mengalami kerusakan parah di lantai 4 dan 5. Tembok depan Mall lantai tersebut roboh hingga berlubang, kanopi teras Mall ambruk dan menimpa teras Mall yang sebagian ikut roboh.
    Mall Ambarukmo Plaza, yang saat itu belum lama dibuka, mengalami kerusakan tak terlalu parah. Beberapa bagian tembok terlihat retak-retak dan terkelupas.
    GOR Universitas Ahmad Dahlan mengalami kerusakan parah. Atap GOR roboh dan hanya tersisa tembok di sisi-sisinya.
    STIE Kerja Sama di Jl. Parangtritis rusak sangat parah.
    ISI (Institut Seni Indonesia) Yogyakarta, Jl. Parangtritis Km.6,5 kerusakan sangat parah.

Gedung BPKP roboh di satu sisinya

erajinan keramik di Kasongan berantakan


Collapsed houses in Klaten.



        1.4 Situs kuno dan lokasi wisata yang rusak

    Candi Prambanan mengalami kerusakan yang cukup parah dan ditutup sementara untuk diteliti lagi tingkat kerusakannya. Kerusakan yang dialami candi prambanan kebanyakan adalah runtuhnya bagian-bagian gunungan candi dan rusaknya beberapa batuan yang menyusun candi
    Makam Imogiri juga mengalami kerusakan yang cukup parah. Beberapa kuburan di Imogiri amblas, lantai-lantai retak dan amblas, sebagian tembok dan bangunan makam yang runtuh, juga hiasan-hiasan seperti keramik yang pecah.
    Salah satu bangsal di Kraton Yogyakarta, yaitu bangsal Trajumas yang menjadi simbol keadilan ambruk.
    Candi Borobudur yang terletak tak jauh dari lokasi gempa tak mengalami kerusakan berarti
    Obyek Wisata Kasongan mengalami kerusakan parah saperti Gapura Kasongan yang patah di kiri dan kanan gapura dan ruko-ruko kerajinan keramik yang sebagian besar rusak berat bahkan roboh.

A fallen pinnacle from damaged Prambanan temple caused by the quake


2 Sebab dan peristiwa sejenis

Letak Indonesia yang berada di antara tiga lempeng utama dunia yaitu lempeng Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik serta berada di posisi Ring of fire menjadikan Indonesia kerap kali diterpa bencana gempa bumi dan letusan gunung berapi. Sebelumnya gempa terjadi di Sumatra pada 28 Maret 2005 menewaskan 361 orang serta gempa bumi dan tsunami di Aceh pada 26 Desember 2004 yang menewaskan 129.498 orang dan 37.606 lainnya hilang.

Sebuah mobil rusak di Imogiri
Meskipun pada saat bersamaan Gunung Merapi yang juga berada di sekitar daerah tersebut sedang meletus, namun para pakar menyatakan kedua peristiwa ini tidak saling berhubungan sebagai sebuah sebab-akibat. Peningkatan aktivitas di gunung api tersebut tidak berhubungan dengan kejadian gempa. Hal ini ditunjukkan oleh tidak terdapatnya anomali aktivitas yang mencolok sesaat setelah gempa.


3 Penanganan dan bantuan


Setelah peristiwa tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera memerintahkan Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Soeyanto untuk mengerahkan pasukan di sekitar Yogyakarta dan sekitarnya untuk melakukan langkah cepat tanggap darurat. Rombongan presiden sendiri langsung terbang pada sorenya dan menginap malam itu juga di Yogyakarta.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan beberapa negara sudah menyatakan komitmen bantuan antara lain Jepang, Inggris, Malaysia, Singapura, Prancis serta UNICEF.

Berbagai negara telah menawarkan bantuan, di antaranya adalah Britania Raya menyumbang sebanyak 5,6 juta dolar AS, Australia 3 juta dolar Australia, RRC 2 juta dolar AS, Amerika Serikat 2,5 juta dollar AS, Uni Eropa 3 juta euro, Kanada 2 juta dolar Kanada dan Belanda 1 juta euro. Sementara Jepang dan UNICEF menawarkan berbagai bantuan langsung. Palang Merah Internasional, Bulan Sabit Merah, OXFAM dan UNICEF telah memberikan sejumlah tenda dan perbekalan darurat kepada para korban. Jepang, Singapura dan Malaysia diinformasikan akan mengirimkan tim ke wilayah bencana.

Sementara itu dari Vatikan, Paus Benediktus XVI, Sabtu, 27 Mei saat sedang mengadakan lawatan ke Polandia, menyampaikan duka cita mendalam kepada korban gempa bumi di Yogyakarta dan meminta agar regu penyelamat terus melakukan upaya pertolongan. Pernyataan duka cita disampaikan Paus melalui telegram kepada Sekretarisnya Kardinal Angelo Sodano.

Dari dalam negeri Palang Merah Indonesia memberikan respon yang cepat melalui cabang-cabangnya di tingkat kota/kabupaten terdekat. Mereka melakukan tindakan-tindakan pertolongan darurat; salah satunya dengan mendirikan Rumah Sakit Lapangan di Lapangan Dwi Windu di Bantul.

Tidak kalah pentingnya adalah dinamika dan empati masyarakat Yogyakarta yang membantu ke wilayah bencana. Bantuan ini terus berlangsung sampai tahap rehabilitasi dan rekontruksi dicanangkan. Sebagian besar sivitas akademika berbagai universitas juga mendirikan posko bantuan kemanusiaan. Pusat studi berbagai universitas terlibat dalam dinamika penanggulangan bencana ini. Antara lain Pusat Studi Mitigasi Bencana ITB Bandung, Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta, Pusat Studi Bencana Alam UGM, CEEDED Universitas Islam Indonesia.


11. Bencana Gempa 27 Mei 2006 di Jawa Tengah & Yogyakarta.

Gempa tersebut menyebabkan korban meninggal sebanyak 5.782, sementara 36.299 orang luka-luka, 135.000 rumah rusak, dan diperkirakan 1,5 juta kehilangan tempat tinggal 3.580 dari kematian dan lebih dari 1.892 cedera terjadi di wilayah Bantul, sementara. 1.668 orang lainnya tewas di desa-desa di bagian selatan Kabupaten Klaten. Sekitar lima juta orang tinggal dalam 50 km dari pusat gempa.

Warga sejauh pedalaman di Yogyakarta dan Klaten pedalaman dalam ketakutan dari pengulangan tsunami 2004, namun peristiwa semacam itu tidak terjadi. Jalan raya Solo-Yogya macet dengan orang-orang melarikan diri dengan panik. Perampokan terjadi selama waktu itu, menyebabkan spekulasi bahwa pencuri telah menyebar rumor tsunami di daerah 100 m di atas permukaan laut. Takut kerugian akibat pencurian juga menjadi faktor signifikan dalam keengganan banyak orang yang hidup dekat Mt. Merapi untuk dievakuasi ketika gunung berapi menunjukkan aktivitas yang tinggi di awal tahun.

Kerusakan itu tidak sepenuhnya fungsi dari jarak dari pusat gempa. Beberapa daerah di pusat kota Yogyakarta hampir tidak terpengaruh, sementara bagian Prambanan, yang lebih dari 10 km lebih jauh dari pusat gempa, yang parah. Secara khusus, bangunan di samping jalan Solo-Yogya, termasuk kompleks candi Hindu kuno, mengalami kerusakan besar. Pada November 2009, bagian dari kompleks candi itu masih mengepung sementara pekerjaan rekonstruksi lanjutan. Gempa menghancurkan 148 sekolah dan rusak 537.


    4 Rujukan
    5 Lihat pula
    6 Pranala luar

International aid

Many countries and organizations offered foreign aid to the devastated region, but the actual amounts delivered/received often varied from these figures, as in the case of other disasters.

    Japan promised $10 million USD, sent two medical teams and also announced that it will send troops to help out[10]

    The United Kingdom offered four million pounds ($7,436,800 USD)[10]

    Saudi Arabia promised $5 million USD, plus food, medical equipment and tents, while the United Arab Emirates and Kuwait each pledged $4 million USD[10]

    The European Union offered three million euros ($3,800,000 USD)[11]

    The United States offered $5 million; US military joins relief effort[12]

    Australia offered 7.5 million Australian dollars ($5,675,000 USD) in aid relief, including 27 member medical team among over 80 personnel[13]

    China offered $2 million U.S dollars[14]

    Canada offered two million Canadian dollars ($1.8 million USD)[15]

    India put forward an aid package worth $2 million.[16]

    The Church of Jesus Christ of Latter-day Saints (Mormons) donated $1.6 million USD worth of emergency supplies to devastated areas, teaming up with Islamic Relief Worldwide who provided the transportation. In addition, local Indonesian LDS members prepared thousands of meals, hygiene kits, cots, mattresses, and blankets for those requiring medical attention.[17]

    The Netherlands promised 1 million euros in May plus an extra 10 million euros one month later, Belgium has pledged $832,000, while Norway, France and Italy have offered either medical teams or relief supplies[10]

    The Red Cross, Red Crescent, OXFAM, Plan International, Jesuit Refugee Service alongside other NGOs and UN agencies, including WFP and UNICEF, provided plastic sheeting, tools and building materials, and cash assistance to the victims.[11] Japan and Malaysia are to send medical teams to the affected region[18]

    Singapore offered humanitarian relief assistance in the form of a 35-member Armed Forces Medical Team, a 43-member Civil Defense Force Disaster Assistance and Rescue Team, as well as $50,000 USD worth of emergency supplies[19]

    The United Nations World Health Organization sent medicines and communications equipment, enough emergency health kits to last 50,000 people three months, and surgical kits for as many as 600 operations[20]

    Vietnam offered 1,000 tons of rice to Indonesia.[21]

    The Isle of Man offered £30,000 (US$56,291) to Indonesia[22]

    King Abdullah II of Jordan ordered to dispatch a plane laden with humanitarian relief to alleviate the suffering of Indonesian earthquake victims that hit Java. The aid included blankets, medicines and other medical equipment.[23]

    MERCY Malaysia (http://www.mercy.org.my/read.php?id=24) sent 6 Missions to Jogja the first being sent on the 28th of May 2006. Datuk Dr. Jemilah Mahmood, President of MERCY Malaysia (Mission Leader) and Saiful Nazri, Programme Officer from MERCY Aceh Office went there on the first mission travelling by a special United Nations Humanitarian Air Services (UNHAS) flight from Banda Aceh along with other international organisations based in Aceh and two (2) tonnes of medical supplies contributed by the international agencies from Aceh. The first team had secured ground logistics for the subsequent teams coming in from Kuala Lumpur.

    Eric Edmeades, a Canadian Entrepreneur and CEO of Kerner Optical, was traveling in Bali at the time of the quake. He rented a truck, filled it with food, water and medical supplies and—against government advice—went to Jogja to undertake first hand relief work.[24]

[edit] Media

Most international wire services have already had reporters or 'stringers' in the area due to the Mount Merapi eruption to the north of Yogyakarta.

Yogyakarta for many is associated with Borobudur and Prambanan, even though both locations are some distance away from the town. As a result, news stories tend to emphasize the condition of those places. Borobudur suffered no damage whereas Prambanan, which is much closer to the epicentre, has according to reports,[5] suffered significant damage.

The reporting of the immensity of the problems that are daily evolving following the earthquake is also competing with the crisis in East Timor (Timor Leste) in the media of some countries like Australia and New Zealand.
[edit] Reconstruction

rumah sakit
The earthquake's shallow depth was a major factor, but the scale of the damage was made worse by failure to meet safe building standards and employ basic earthquake-resistant construction methods, according to FuturArc. Most homes in the area were built with low-quality materials without structural frames and reinforcing pillars. Many deaths and injuries occurred when buildings and walls collapsed.

The government was slow to implement assistance in reconstructing private houses, leading many homeowners to repair or rebuild their homes either by themselves or with community help. Reconstruction in some areas was aided by relief agencies, like the Red Cross Red Crescent.

Villagers rebuilt their homes with extremely limited resources, using simple affordable materials. They turned to traditional materials, such as bamboo, because of the damage inflicted by collapsing brick walls.

source http://fakta-dan-unik.blogspot.com & http://teguhtriharto.blogspot.com